Sadar Badan Dong Mas...

Jadi orang yang berbadan besar itu nggak mudah.  Kalo mau kemana-mana ribet, susah kalo mau pencilakan. Apalagi kalo orangnya nggak bisa diem tenang nggak ngapa-ngapain. Rasanya harus gerak aja, tapi sekali gerak bisa menyusahkan masyarakat luas. Saya sendiri sejak... sejak SD udah ditakdirkan punya badan gede. Meski sempat kurus, tapi gak pernah bertahan lama. Alhasil, banyak banget kerugian yang pernah saya alami selama berbadan gede. Dan ternyata, nggak cuma saya yang berada pada kesulitan ini.


Beberapa waktu lalu, pas mudik lebaran tahun 2014, seperti biasa saya beserta sekeluarga melakukan ritual mudik. Formasi di dalam mobil tiap tahunnya sama, karena di hingga mudik tahun itu tidak ada dari kami yang bisa nyetir selain bapak. Bapak yang nyetir dengan Ibu sebagai co-driver dan saya beserta kakak yang duduk di bangku belakang. Karena perjalanan lumayan jauh, kami mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk mengusir rasa bosan. Cemilan, minuman, powerbank, hingga flashdisk yang berisi berbagai jenis musik telah disediakan.

Memasuki kota Tuban, berbagai radio yang biasa kami dengarkan di Surabaya sudah mulai kemresek alias kehilangan suara. Suara Adele yang begitu merdu perlahan berubah menjadi suara pembawa kuis di TV yang biasa bilang "passwordnyaaaaaaaahhhhh". Pergantian suara ini merupakan tanda bagi saya sebagai unofficial Music DJ untuk menancapkan flashdisk berisi berbagai musik ke audio player yang berada di antara kursi depan.

Dengan mantap, saya melewati sela-sela kursi pengendara dan co-drivernya serta menancapkan flashdisk di lubang yang seharusnya. Lagu Everything dari Michael Buble menjadi lagu pertama yang kami putar saat itu. Ya, saya ingat betul karena kejadian berikutnya yang terjadi tidak lama setelah lagu itu dimainkan. Setelah menancapkan flashdisk dengan mantap, saya merasakan kekangan yang luar biasa di seluruh tubuh saya. Well, saya nyangkut di antara kedua kursi depan. Perlu adanya sedikit 'pergeseran' di kursi depan supaya saya bisa bebas. Seumur-umur saya naik mobil, baru kali ini saya nyangkut yang parah sehingga perlu diberikan sebuah tindakan.

Semenjak hal itu, saya menyadari bahwa badan saya sudah terlalu besar untuk bergerak semaunya di dalam mobil. Kesulitan ketika berpindah dari kursi depan menuju kursi tengah tanpa perlu turun dari mobil, saat duduk di bangku paling belakang, dan pergerakan-pergerakan dalam mobil lain yang seharusnya mudah bagi orang yang, yah, proporsional.

Meski badan saya besar, saya masih (sedikit) sadar dengan ukuran badan sehingga bisa menjaga diri agar tidak berperilaku di luar keperi-batasberatbadan-an. Hingga saat ini, saya belum pernah merusak fasilitas umum atau fasilitas milik orang lain karena berat badan saya. Sayangnya, saya kenal beberapa orang yang juga sama besarnya seperti saya, namun pernah "lupa" akan berat badannya.

Tahun 2015, diadakan acara Hima di kampus saya. Saya dan beberapa anggota Hima menjadi panitia dan beberapa mahasiswa angkatan bawah menjadi peserta acara tersebut. Ruangan panitia dan peserta dibuat terpisah, namun bersebelahan. Ruang peserta hanyalah kelas biasa dengan bangku kayu satuan kuno yang terdiri dari kursi dan meja untuk satu orang yang melebur jadi satu dengan berbagai coretan mahasiswa frustasi saat perkuliahan. Ruang panitia lebih enak, karena bangkunya terbuat dari besi dan kayu, lebih besar dan tidak melebur jadi satu antara kursi dengan meja. Namun, karena bangku di ruang peserta terlalu banyak, beberapa bangku dipindahkan ke ruang panitia.

Singkat cerita, karena menunggu dari pagi, saya memutuskan untuk keluar kampus untuk sekedar mencari camilan. Tidak sampai 10 menit saya keluar, kondisi di ruang panitia berubah. Terlihat beberapa teman saya sedang berusaha menenangkan diri. Ada yang mukanya sampai merah, yang nggak lama bakal mirip udang mateng. Ada yang tiduran di lantai sambil memegangi perutnya. Yang saya tangkap, habis ada kejadian lucu yang bikin mereka ketawa ngakak.

"Lapo? (Kenapa?)" tanya saya

Dan mendadak mereka tertawa dengan begitu lantangnya. Ada yang tertawa keras, saking kerasnya bulu di kepalanya rontok dan botak. Saking kerasnya, ada yang sampai cegukan parah yang nggak bisa disembuhin dengan minum air putih biasa. Salah satu dari mereka secara sukarela menghentikan tawanya, menyeka air mata, dan menceritakan apa yang baru saja terjadi.
Jadi, saya punya seorang teman yang badannya gede. Lebih bulet dari saya, lebih berat (mungkin) dari saya. Sebenernya dia adalah mahasiswa yang cerdas, kritis, dan jago debat. Argumen yang dia keluarkan juga seringnya berkualitas, nggak seperti kebanyakan mahasiswa yang hanya sekedar bicara. Tapi, dia semacam dibully karena masalah temper yang cukup tinggi. Karena masalah ini, sudah terjadi berbagai hal yang lazimnya membuat orang takut.  Tapi, kami sebagai teman yang dekat dengannya, hal itu malah menjadi bahan untuk tertawa terbahak-bahak. Contoh sederhana, dia pernah marah hingga memukul tembok ruangan kesekretariatan Hima kami yang kecil karena ada salah seorang teman yang protes dan minta dia sedikit memberikan ruang karena, well, badannya terlalu besar dan memenuhi tempat.

Nah, ceritanya teman saya yang gede ini sedang mencari teman ngobrol di ruang panitia. Karena mayoritas panitia yang berada di meja bagus malah membuka laptop dan asyik sendiri, dia memilih untuk berkumpul bersama 2-3 teman lain yang sedang nongkrong di bangku butut pindahan dari ruang peserta. Supaya literally closer dengan kumpulan itu, dia duduk di meja salah satu bangku butut.

KRATAAAAK

Teman yang tertidur di dekat sumber bunyi tersebut terbangun. Seperti bangun yang dikarenakan mimpi jatuh dari gedung, dia kaget dan bengong. Semua mata, termasuk matanya, tertuju ke sumber bunyi tersebut.

"Bukan aku" kata teman saya yang gede ini.

Dia perlahan berdiri dari meja yang didudukinya, dan terlihat dengan jelas retakan yang melintang dan membagi dua meja sama rata. Akurasi yang luar biasa. Hanya sepotong besi penopang meja yang membuat kedua potongan sama rata itu tetap pada tempatnya, tidak terpisah satu sama lain. Kegaduhan tiba-tiba muncul, mempertanyakan apa yang terjadi di balik suara lantang tersebut. Di balik kegaduhan itu, sang pelaku dengan cermat perlahan menghilang dari ruangan dan pergi entah kemana. Layaknya sebuah pembunuhan, para saksi yang melihat langsung melakukan reka ulang atas termutilasinya bangku kuliah butut. Demi menjaga keutuhan tempat kejadian perkara, para penonton meninggalkan TKP dan menuju ke depan ruang kelas. Tawa yang begitu lantang langsung lepas ke udara. Pada saat itu, kami berduka karena kehilangan dua hal. Kami kehilangan fasilitas belajar-mengajar yang begitu penting dalam upaya pencerdasan bangsa lewat mahasiswa, dan kehilangan rasa jenuh serta stres dari berbagai kegiatan dan tugas yang kami tanggung saat itu, bersamaan dengan lepas bebasnya tawa kami ke udara.

Orang berbadan besar nggak bisa sembarangan naik kendaraan. Kalo naik kendaraan umum, kita seakan-akan mengambil rejeki pak supir karena kehilangan satu atau dua orang yang seharusnya bisa naik. Saya nggak bisa naik motor matic kecil karena bakal berat di motornya sehingga manuver untuk meliuk-liuk sulit dilakukan. Beberapa dari kami tidak bisa naik motor bebek biasa, karena tekanan yang begitu besar pada ban sehingga para ban itu lebih memilih untuk menyerah kepada jalanan aspal dan membocorkan dirinya. Bahkan, ada beberapa dari kami yang terlalu besar untuk naik motor, sehingga harus naik mobil pribadi. Saya bahkan pernah dengar cerita bahwa shock breaker sebuah motor matic yang tergolong besar bisa patah karena harus membonceng kaum besar. Sungguh, hal ini merupakan hal yang memilukan bagi kami para pemilik badan besar, dan hal yang lucu karena bukan kami yang harus menjadi pemilik sekaligus  saksi hidup atas putusnya shock breaker. 

Yang bisa kami lakukan hanyalah sadar diri akan kondisi badan kami. Kami perlu menghindari perusakan fasilitas umum atau fasilitas pribadi milik orang lain. Ingat, big body big responsibilities


Dari orang yang pernah kecepit di antara kursi depan mobil,