Sebelum behel dipasang, gigi harus dalam kondisi terbaik. Kondisi terbaik disini (dalam kasus saya) maksudnya adalah gigi harus bersih dari berbagai
Namanya juga "super", penanganannya juga harus beda. Dokter behel saya nggak sanggup buat mencabutnya. Hanya lewat operasi gigi-gigi itu bisa dicabut. Singkat cerita, saya direkomendasikan ke dokter bedah mulut dan bakal operasi di Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Airlangga, yang tetanggaan sama FKG dan FK Unair. Operasinya nggak gede, nggak harus bius total dan pake alat macem-macem. Gampang aja operasinya, kata si dokter sewaktu di tempat prakteknya yang ada di Sidoarjo. Gusi dibius, terus disayat dikit, dicabut gigi-gigi "super" sampai ke akar-akarnya, dijahit, beres. Dokternya udah yakin banget pas ngomong gitu, ya kita percaya aja.
Saat operasi itu adalah kali pertama saya masuk yang bener-bener masuk ke Kampus A Unair. Kampus yang terkenal di kalangan mahasiswa universitas/institut sebelah karena, well, para ciwi-ciwinya. Saking terkenalnya, banya para lelaki penjahat yang memiliki berjuta modus untuk berkunjung kesana.
"Ayo kapan-kapan jumatan di Masjid deket kampus A!" Kata seorang teman yang "jenius" yang jelas punya modus lain. Jenius emang, cari cewe di waktu wajib cowo. Paling mentok ketemu mas-mas pake rok motif kotak-kotak yang kalo disini namanya sarung.
Memasuki RSGM Unair, kami diarahkan menuju ruang khusus yang mungkin emang ditujukan buat bedah. Kami melewati berbagai ruangan, mengamati para mahasiswa FKG yang lagi praktik maupun lagi koas dengan wajah-wajah ngeri para pasiennya. Mayoritas yang saya lihat adalah para mahasiswi khas FKG, jarang sekali melihat mahasiswa disini. Kalaupun ada cowo, pasti itu entah dokter, pasien, atau lelaki penjahat.
Pada akhirnya, sampailah saya di ruangan bedah. Sebuah ruangan besar berwarna biru yang dibatasi oleh sekat-sekat tembok untuk tiap pasiennya. Segera saja dipersiapkan keperluan operasi dan juga mulut saya. Operasi dilakukan dua tahap, yaitu dari sisi kanan dulu baru sisi kiri. Dibius mah, kecil. Berasa digigit semut, tapi di gusi. Pas disayat juga nggak kerasa, toh udah dibius. Momen paling LOL banget adalah waktu mau cabut gigi. Rupanya, gigi geraham saya akarnya menyebar sehingga begitu sulit untuk dicabut. Sebagai ilustrasi, bayangkan ketika ingin mengangkat mobil dengan menggunakan prinsip "pesawat sederhana ala-ala fisika" dimana terdapat beban yang gede, tuas dan titik tumpu. Karena gede, tuas harus berkali-kali ungkat-ungkit sampai gigi lepas. Karena akarnya terbagi jadi empat dan menuju ke arah yang berbeda, akhirnya gigi tersebut dipecah terlebih dahulu dan dicabut satu per satu.
"Mas, ikhlasin giginya ya, biar lepasnya gampang"Perlahan namun pasti, pecahan-pecahan gigi tersebut mulai meninggalkan inangnya. Berbagai jenis erangan sudah saya dengar dalam proses pencabutan. Hingga akhirnya, tercabutlah keempat potong gigi yang udah gak berbentuk lagi. "Disimpen ya mas, buat kenang-kenangan" kata salah satu dokter yang saya yakin lebih pengen buat menyimpan gigi tersebut sebagai bukti perjuangannya.
Saking sulitnya, saya melihat bulir keringat para dokter muncul dari dahi dan tidak sempat diseka. Saya ingat betul, sampai ada 3-5 dokter yang menangani saya. Bahkan dokter sempat istirahat ketika akan berpindah untuk mengoperasi bagian mulut satunya. Mungkin akan banyak bulir keringat menetes ke lidah saya, apabila tidak ada jeda tersebut. Untungnya, gigi yang satunya lebih mudah dicabut dan tidak menimbulkan erangan lebih banyak lagi. Entah karena dokter mengetahui cara yang lebih efisien atau karena gigi yang takut dipecah belah seperti gigi sebelumnya sehingga mengikhlaskan diri untuk dicabut, yang jelas operasi kedua berjalan lebih cepat. Operasi berakhir setelah dijahitnya kedua gusi saya yang sebelumnya disayat. Saya harus mengigit kasa di atas ahitan tersebut untuk mencegah gusi membengkak atau tumbuh yang bakal mengganggu gerak mulut.
"Ini masnya biar cepet kering (jahitannya), banyak makan es krim ya. Es krimnya jangan es krim yang di depan SD apa yang minimarket, carinya yang Haa*en D**s biar sembuhnya juga cepet" kata dokter setelah operasi berakhir. "YHA KALI DOK" kata saya sambil mengigit erat kedua kasa di gigi saya, yang malah terdengar menjadi orang ngeden mau boker. Setelah membeli beberapa obat dan menerima wejangan tentang do and don't selama habis operasi, kami bergegas pulang dan beli es krim sesuai resep dokter.
Setelah hampir 4 tahun proses merapikan gigi saya berakhir, operasi itu adalah proses pra-pemasangan behel yang paling saya ingat. Selain karena pertama kalinya masuk ke sarang FKG Unair :) proses itu juga merupakan operasi pertama saya seumur hidup dan bisa saya jadikan sebagai bukti otentik bahwa "tidak lebih baik sakit gigi daripada sakit hati"
*note : tulisan ini bakal diikutkan lomba blog yang diadakan oleh Unair wkwkwk.
Regards,
Social Plugin